Beberapa hari ini hujan terus
mengguyur bumi di tempat tinggalku. Dari subuh sudah hujan sampai ibu-ibu males
nyuci karena pakaiannya tidak ada yang kering. Tidak cuma itu, anak-anak sekolah juga malas pergi ke sekolah
karena cuaca dingin yang memberi efek mengantuk tingkat tinggi itu.
Hari
ini hujan masih saja turun padahal aku sudah malas sekali pergi sekolah.
Liburan akan datang dua hari lagi dan itulah yang aku tunggu-tunggu semenjak
aku masuk ke sekolah ini. Rasanya otakku sudah mau meledak saja. Tapi walaupun
liburan aku rasa aku tidak bisa liburan dengan tenang karena PR, tugas, dan
ulangan-ulangan sudah menantiku.
“Assalamualaikum”
Sore-sore
begini rumahku masih saja sepi. Ibuku mungkin masih menjemput adikku mengaji,
ayah masih bekerja, sedang aku baru saja pulang sekolah. Karena lapar aku
langsung menuju meja makan, aku menemukan nasi dan teman-temannya sudah tertata
rapi di meja.
Sebelumnya
kusempatkan menuju ke kamar mencari-cari HP ku. Orang itu lagi, huuh! Dengusku
kesal dalam hati melihat jajaran nomor di layar HP ku. Nomor itu adalah nomor
orang iseng yang suka ngerayu dan ngegombal, orang itu benar-benar menyebalkan.
Aku membanting HP ku ke atas kasur dan kutinggal menonton teve.
Tak
begitu lama rumahku sudah ramai terisi dengan anggota keluargaku.
“Bunda,
aku tidur dulu aja ya? Aku belajarnya nanti aja, udah ngantuk banget, hhoahmm.”
Rengekku manja pada Bunda.
“Nanti
kamu kebablasan lagi kayak kemarin-kemarin?”
“Enggak
kok, asal bunda bangunin aja, hehe, ya Bunda yaaa?”
“Ya
udah sana, tapi alarm jangan lupa! Bunda bangunin jam delapan, kalau nggak
bangun risiko ditanggung sendiri!!” Kata bunda mewanti-wanti karena aku sudah
sering membanting jam wekerku.
“Iyaaa,
hoahmm...”
Aku sangat
beruntung memiliki bunda, bundaku itu itu alarm paling canggih yang aku punya,
kalau aku susah dibangunkan gosong deh kaki dicubitin sama bunda. Tapi
dengan cara itulah aku dan adikku bisa bangun tepat waktu.
Sebelum
benar-benar tertidur aku mendengar sayup-sayup suara adikku meminjam HP ku.
“Kak,
aku pinjam Hp-nya, punya ku pulsanya habis.” Begitulah kalau aku tidak salah
mendengar.
Aku
tidak menghiraukannya karena sudah terlalu mengantuk.
õõõ
Ternyata
bunda tidak kalah cepat dengan alarm Hp-ku. Bunda juga membangunkanku tepat
pukul delapan malam. Bunda hebaaattt J !!
Saat
aku mulai membuka mata aku melihat adikku sedang memainkan Hp ku. Tanpa
basa-basi lagi aku merebutnya dengan paksa, tampak di wajahnya ekspresi kaget plus
kesal pada ku. Aku hanya memandangnya dengan tatapan dingin. Kulihat inbox
ku, dan ternyata benar, orang iseng itu SMS lagi. Dan messagenya itu
sudah terbuka. . . berartiii???
Aku
langsung menatap adikku dengan tatapan kesal dan marah. Dia hanya memamdangku
dengan tatapan bingung tanpa berkata apapun.
“Kamu
bales apa tadi SMS nya orang gila itu??”
Tanya ku dengan
penuh kemarahan. Entah apa yang bisa membuatku semarah ini. Akhir-akhir ini aku
memang tidak bisa mengontrol emosiku. Kesalahan sedikit saja sudah bisa
membuatku mengamuk. Dan anehnya, semua ini hanya berlaku di rumah, jadi hanya
orang-orang rumah sajalah yang menjadi korban kemarahanku.
Adikku
masih saja bungkam. Dia malah menutup wajahnya dengan bantalku. Aku sangat
kesal karena dia sudah ikut campur urusanku. Aku mencubit pahanya. Dia masih
saja diam tak bersuara. Aku ganti mencubit pipinya. Dia masih diam. Aku semakin
kesal dan mulai menjambak rambutnya. Dia meronta tapi mulutnya tetap diam. Aku
semakin panas dan kutarik krah bajunya. Dia semakin meronta dan mulai melakukan
perlawanan karna mungkin lehernya sempat tercekik saat aku menarik krah
bajunya. Kamar yang tadinya tertata rapi sekarang jadi nggak karuan bentuknya.
Bantal dan guling tersebar di lantai, seprai dan selimut sudah terkumpul
menjadi satu di pinggir kasur. Aku nggak nyangka ternyata aku dan adikku kalau
berantem bisa sebuas ini, sampai bisa menhancurkan kamar serapi kamarku.
Setelah
aku puas berantem dengan dia aku langsung lari ke kamar mandi intuk wudhu dan
setelah itu sholat isya’. Setelah sholat rasanya amarahku mulai mereda dan aku
pun mulai tenang. Aku pun kembali ke kamar yang mungkin sudah tidak layak
disebut kamar. Tanpa sengaja aku melihat adikku sedang menangis di pelukan
bunda di ruang televisi. Melihatnya tersedu-sedu aku menjadi kasian dan
menyesal telah menganiayanya. Aku langsung masuk ke kamar dan menangis
sepuasku. Aku menumpahkan beban yang tersimpan di hatiku yang tidak aku tahu,
apa beban itu sebenarnya.
Setelah
lama menangis tenagaku habis dan aku mulai lemas. Kuputuskan untuk ke dapur
membuat susu coklat hangat favoritku.
“Tadi
ada apa sih kok adikmu sampai nangis seperti itu?” Tanya bunda tiba-tiba yang
muncul di belakangku hingga membuatku tersedak.
“Uhuuk..
emh, nggak ada apa-apa kok, Bun.” Jawabku berbohong.
“Tadi
adikmu sudah cerita, lain kali baca Istighfar kalau sudah merasa hati mu nggak
enak. Jangan cepat-cepat terbawa emosi. Pahanya adikmu gosong semua tuh kena
cubitanmu, kasiaan. . .” Bunda menghela nafas beratnya sesaat lalu melanjutkan
kalimatnya.
“Tadi itu adikmu
cuma membalas SMS teman sekelasmu yang tanya PR, dia bilang kalau kamu masih
tidur.”
Aku
hanya menunduk malu dihadapan bunda. Lalu bunda mengelus rambutku dan
meninggalkanku. Aku masih menunduk dan mencerna kata-kata bunda tadi. Aku juga
menyesal telah melakukannya Bun, begitu mudahnya aku terhasut bisikan syetan!
“Kak,
maafin aku yaa?”
Suara
adikku tiba-tiba mengagetkanku yang masih menunduk. Kulihat dia menatapku
dengan ketakutan, wajahnya pucat, dan tangan kanannya terulur ke hadapanku.
Kulihat memar di tangan mungil itu, betapa jahatnya aku ini. Tak sanggup aku
manahan air mataku yang hampir terjatuh aku langsung berlari ke kamar dan
mengabaikan tangan adikku yang masih terulur. Aku sempat melihat raut kecewa di
wajahnya.
Betapa
malunya diriku, seorang kakak yang seharusnya menjadi panutan malah
mempermalukan diri sendiri di depan adikku yang usianya jauh di bawahku. Aku
yang salah, tapi kenapa adikku yang harus minta maaf. Seharusnya aku yang
mengucapkan kata maaf karena telah membentak adikku, memarahinya, mencubitnya,
memukulnya, menjambaknya, sampai-sampai aku hampir mencekiknya, ya Allah betapa
jahat dan hinanya aku di matanya sebagai seorang kakak. Rasa gengsiku yang
lebih tinggi daripada rasa bersalahku itu membuatku tega melakukan hal bodoh
seperti itu.
Aku
segera menghapus air mataku dan mengambil coklat di tasku yang tadi sempat aku
beli sepulang sekolah. Aku berniat untuk meminta maaf pada adikku. Dia masih
berdiri di tepi meja makan tempatnya mengulurkan tangan padaku tadi. Dia masih
menundukkan kepalanya, mungkinkah dia menangis? Aku segera menghampirinya dan
mengulurkan tanganku yang berisi coklat. Dia mendongak kaget dan saat melihat
tangan berisi coklat itu adalah tanganku dia langsung memelukku. Aku pun juga
memeluknya. Tanpa bisa kutahan lagi air mataku mengalir dengan begitu deras.
Adikku yang mengetahui aku menangis meletakkan jari-jari mungilnya di pipiku
dan menghapus pipiku yang basah itu dengan perlahan.
Aku
sangat menyesal telah menuruti amarah dan gengsiku daripada rasa bersalahku.
Aku harap, tak ada orang lain sepertiku, menyakiti orang lain yang tanpa kutahu
sebenarnya dia adalah pahlawanku, penyelamatku, dan orang yang sangat
menyayangiku.
Retno Palupi
gila banget sih no' cerpennya.
BalasHapuskamu berhasil bangett buat aku jadi sesuatu.
sesuatu gimana nih??
Hapusganas banget ya tokoh si aku??