Copyright © About Story
Design by Dzignine
Selasa, 12 Februari 2013

Teka-Teki Jaket Hitam Silva


Part 2
Mereka berdua berjalan semakin dekat hingga mereka berpapasan. Cowok itu hanya melihat Silva sekilas dan tetap fokus pada jalan di depannya. Tak berbeda dengan cowok itu, Silva tersenyum kecil ke cowok itu, tapi mungkin hanya Tuhan dan Silva yang tahu kalau dia sedang tersenyum saking dipaksakannya senyum itu.
Dia takut-takut menoleh ke belakang dan akhirnya dia menoleh juga. Cowok itu tetap berjalan begitu santainya, seperti tak mengenali Silva, lupa mungkin ya sama wajahku? Ya sudah lah... Silva menarik nafas panjang lalu menghembuskannya, sedikit kecewa. Dia melanjutkan jalannya lagi menuju parkiran.
**
Sore setengah siang itu, sepulang sekolah di lapangan basket. Silva menemui si cowok nggak jelas yang tadi meminjam jaketnya, lebih tepatnya agak memaksa.
Silva agak ragu awalnya, mengambilnya sendirian atau mengajak teman-temannya. Tapi melihat wajah tema-temannya yang sudah kelelahan dia tak tega. Akhirnya dia ke lapangan basket sendirian. Dengan langkah gontainya dia berpikir, pasti jadi bau tuh jaket dipake, dia kan cowok, secara bau keringat cowok kan lebih menyengat, ooh no!! Dia jadi teringat kakak cowoknya yang seminggu lalu meminjam kaos oblongnya-yang kebesaran. Saat dikembalikan masih belum juga dicuci, akhirnya Silva menghabiskan satu botol pewangi pakaian saat mencucinya.
Lapangan basket terlihat belum terlalu sepi. Silva menyapu pendangan ke seluruh pinggiran lapangan. Hanya cewek-cewek yang bersorak-sorai menyemangati cowok-cowok yang sedang iseng bermain basket.
“Hei!”
Silva dikagetkan oleh suara di belakangnya. Dia menoleh, “Eeh, hei!”
Cowok itu tersenyum lalu menggaruk kepalanya, kikuk. Silva jadi semakin bingung dengan cowok di depannya ini. Silva melihat tangan kiri cowok itu yang sedang tidak menggaruk kepala-ya iyalah, kalau dua tangannya menggaruk kepala pasti cowok ini spesiesnya siamang, hehe. Di tangan kirinya tidak ada jaket Silva.
“Hehe, sorry nih, aku lupa jaketmu yang mana?”
Doeengg!! Silva tak habis pikir, nggak bertanggung jawab banget sih cowok ini.
“Hloh??! Trus gimana dong?”, wajah Silva mulai panik, kesel, dan marah.
Sorrryyyy banget, tapi jangan marah dulu!! Emm, gini deh, kamu ikut aku bentar!”, pinta cowok itu dengan wajah innocentnya.
Silva hanya mengekor di belakang cowok itu, entah jaketnya bisa kembali atau tidak. Ternyata cowok itu mengajak Silva ke kantin. Di sana ada beberapa teman cowok itu dan Silva tidak bisa percaya dengan apa yang dilihatnya.
Di kursi kantin itu bertumpuk beberapa jaket berwarna hitam dengan berbagai bentuk. Mulai jaket hitam yang warnanya sudah memudar, sablonnya mulai mengelupas, dan ada juga cardigan girly di sana.
“Jangan bilang jaketku di antara tumpukan itu, trus kamu bener-bener nggak inget yang mana jaketku! Dan kamu ngajak aku ke sini biar aku milih di antara banyak jaket itu yang mana jaketku?”, tebak Silva.
Cowok itu tersenyum lebar dan menjentikkan jarinya tepat di depan muka Silva.
“Yup! Tepat banget!! Soalnya tadi temen-temenku juga minjem jaket warna hitam semua, trus abis main drama kita asal naruh tuh jaket di meja, taunya aku lupa yang mana jaketmu? Jadi kamu.. hloh, eh, tunggu dulu aku belum selesai jelasin, eh!!”
Silva sudah tidak lagi mendengarkan penjelasan panjang lebar cowok itu. Dia berjalan mendekati tumpukan kain berwarna hitam itu. Miris hatinya membayangkan jaketnya yang wangi harus bercampur tak karuan dengan bau cowok-cowok. Tangan putih Silva mulai memilihi jaket itu. Ini sih nggak lagi bau, tapi BAU GILAAAA!!! Aaarrgh!
Silva geram dengan cowok itu! Dia sedang sibuk mencari jaketnya, eh cowok itu malah asyik makan bakso di depannya. “Kamu enak banget sih, nggak ikut bantuin nyari malah makan bakso! Aku juga laper tauu!!”, kata Silva tiba-tiba.
Cowok itu berhenti mengunyah bakso yang masih setengah lingkaran. Demi melihat wajah Silva yang manyun, dia menelan bakso itu tanpa mengunyah. Alhasil cowok itu malah keselek dan terbatuk-batuk. Silva pengen tertawa melihatnya, tapi karna dia terlanjur terlihat marah jadi dia mengalihkan mukanya untuk mengalihkan perhatiannya pada cowok aneh sekaligus konyol itu.
Cowok itu berdiri. “Aduh, sorry,aku nggak tahu kalau kamu laper. Mau aku pesenin juga??”, tanyanya polos. Silva semakin geram. Dia melempar jaket hitam yang sedang ada di tangannya.
“Ah, tau ah! Cari sendiri jaketku sampe ketemu. Warna hitam, resleting depan, tulisannya No Pain No Gain! warna putih, ukuran L, warnanya masih kinclong nggak buluk kayak gini. Oh ya, inget!! Jaketku wangi! Kalau udah ketemu dan jaketku nggak wangi, kamu harus cuci dulu sampai wangi lagi, titik! Terserah kamu, jeketku harus kembali dengan selamat, dan aku nggak mau kalau kamu beliin jaket baru buat gantinya!”
Silva menarik nafasnya panjang, lalu membuangnya gitu aja. Dia berbalik dan meninggalkan cowok itu yang kaget melihat Silva marah-marah. Sebelum pergi Silva sempat melihat es jeruk di meja tadi, uh! Jadi haus marah-marah, pasti seger tuh es jeruk!!
Cowok itu memandangi tas Silva yang menjauh. Dia ganti memandangi tumpukan jaket itu, lalu tersenyum jail. Dia duduk lagi di kursinya dan merogoh ke dalam tasnya. Dia mengeluarkan jaket hitam dari dalam tasnya. Cowok itu hanya geleng-geleng mengingat wajah Silva tadi saat marah-marah. “Siapa juga yang mau beliin kamu jaket baru? Haha.”
**

7 komentar: