Di sebuah desa hiduplah seorang nenek yang bernama Sarmi. Nenek Sarmi
merupakan salah satu sesepuh desa. Ia dipercaya sebagai seorang ahli nujum yang
paling sakti di kampung itu. Sayangnya usia telah menggerogoti kesaktiannya.
Suatu
ketika Nenek Sarmi sedang menimba air di
sumur. Kemudian ia memanggil cucunya.
Nenek :
Cu...cu... cepat kemari. Nenek butuh bantuan. (Sambil terengah menimba air)
Cucu : Iya nek, nih gue dateng. Whats
up?? (Datang dengan bergaya)
Nenek :
Ooh, jadi seperti itu sikapmu terhadap nenek? (Memasang wajah garang,
siap memarahi cucunya)
Cucu : Eh, maaf-maaf nek, aku lupa,
hehe. Ada apa nek ?
Nenek : Sini lihat!
(Menggandeng cucunya mendekati sumur). Saat nenek menimba kok riak
airnya agak aneh ya? Tolong panggilkan tukang sumur!
Cucu : Aneh bagaimana nek?
Nenek : Itu coba
lihat! Riaknya tidak berhenti-berhenti.
Padahal biasanya sehabis di timba, riak air sumur langsung berhenti dan airnya
kembali tenang lagi.
Cucu :
Wah betul nek. Ya sudah aku akan segera memanggil tukang sumur.
Assalamualaikum!!
Sang Cucu akhirnya pergi memanggil tukang sumur.
Pak tukang sumur pun
akhirnya datang. Tukang sumur yang satu ini tidak perlu di ragukan lagi, dia
adalah pakarnya tentang persumuran. Dengan perlahan ia mengamati riak air sumur
nenek, perlahan namun pasti.
Tukang
sumur: wah sepertinya ada mata air baru di sumur ini.
Cucu : Mata air baru?
Tukang sumur: Iya, mata air baru. Biasanya sumur yang usianya sudah
lama, tanahnya akan melunak. Sehingga mata air dari tanah dalam mampu menembus
permukaan.
Cucu : Tapi kok beriak terus, Pak ?
apa itu pertanda mata air yang besar?
Tukang
sumur : Mungkin saja. Tapi, kenapa airnya
tidak bertambah naik ya?
Cucu : Bagaimana kalau dicek ke dalam
saja, Pak? (Sambil tersenyum)
Tukang
sumur: Wah, yang benar saja! Saya tidak berani, Dik!Ssumur di desa ini dalam-dalam.
Apalagi sumur nenek kamu yang sudah puluhan tahun. Terlalu berbahaya kalau saya
masuk.
Cucu : Oalah, yaa sudah pak.
Terimakasih.
Pak tukang sumur pun pulang. Cucu nenek masuk ke rumah dan menceritakan
kepada Nenek Sarmi tentang keadaan sumurnya.
Keesokan harinya saat Nenek Sarmi
dan cucunya pergi belanja di rumah tetangganya, ia bercerita kepada ibu-ibu
yang ada di sana tentang keadaan sumurnya.
Nenek
:
Wah bahaya ini!!
Penduduk
1 : Apanya nek yang bahaya ?
Nenek : Air sumurku beriak terus.
Cucu : Memangnya ada kenapa nek kalau air
sumurnya beriak terus? Bukankah kata tukang sumur kemarin tidak apa-apa? Hanya
muncul mata air baru.
Nenek :
Nenek rasa itu pertanda kalau akan ada banjir besar, gempa, bencana-bencana
lain yang akan menghancurkan desa kita.
Penduduk
1 : Ah, yang benar, Nek? Apa itu tidak
bisa dicegah?
Nenek
: Bisa.
Cucu : Bagaimana nek? (bertanya
dengan penuh antusias)
Nenek : Kita harus memasukkan sesaji ke
sumur itu. (berkata dengan mimik wajah serius dan horor)
Penduduk
1 : Oo.. baiklah nek, saya akan segera
mengumpulkan masyarakat untuk melakukan upacara pelemparan sesaji ke sumur itu.
Ibu itu pun pergi dengan cucu nenek ke rumah Pak lurah. Ia mulai
menyebarkan informasi tentang kondisi sumur Nenek Sarmi.
Setelah berdiskusi di rumah Pak Lurah akhirnya Pak lurah memberi
pengumuman kepada warganya tentang sumur Nenek Sarmi dan sesaji yang harus
disiapkan.
Pak
lurah : eh, kalian ayo segera
kumpulkan beberapa hasil tani untuk sesajian ke sumur Nek Sarmi.
Penduduk
2 : Memangnya ada apa, Pak?
Pak
Lurah : Sumur Nek Sarmi beriak
terus.
Penduduk
3 : Memangnya kenapa kalau sumur nenek
beriak terus ?
Penduduk
1 : itu pertanda akan ada bencana di
desa ini.
Penduduk
2 : ah.. masak ?
Penduduk
3 : iya, lagian bagaimana bisa sumur
di jadikan patokan tanda bencana? Nggak logis deh!
Pak
Lurah : eh jangan ngawur kalian.
Bukan sumurnya yang jadi patokan. Tapi
Nek Sarmi itu loh!
Penduduk
2 : Wah, Nek Sarmi kan termasuk sesepuh
di sini!
Penduduk
3 : Memangnya ada apa dengan Nek Sarmi?
Penduduk
1 : Beliau itu ahli nujum di sini. Ramalannya
sudah banyak terbukti. Mungkin ini merupakan ramalannya.
Penduduk
2 : Masak?! Wah, kalau begitu ayo
segera kita ambil padi di lumbung. Semoga itu cukup untuk sesaji ke sumur Nek
Sarmi.
Pak
Lurah : Baiklah, upacara akan di
adakan nanti sore. Tolong kalian datang tepat waktu.
Akhirnya semua penduduk tau tentang sumur Nek Sarmi. Mereka pun berkumpul di sumur Nek Sarmi tepat
waktu.
Nenek
: Penduduk sekalian terima
kasih sudah mau datang. Semoga kedatangan kalian ini benar-benar mencegah
datangnya keburukan di desa ini.
Penduduk
1 : Nek, terus apa yang harus kami
lakukan sekarang dengan sesaji ini?
Nenek
: Cepat lemparkan sesaji
kalian ke dalam sumur!
Penduduk pun mulai melemparkan sesaji ke dalam sumur. Namun, bukannya
tenang, air di sumur malah semakin beriak.
Nenek
:
Ayo cepat-cepat!! Bawakan sesaji kalian, sepertinya bencana kali ini
benar-benar sulit di atasi.
Sesajipun terus menerus dijatuhkan ke sumur. Anehnya di pemmukaan
sumur itu malah muncul kepala ikan lele.
Penduduk
2 : Lho nek, kok ada ikan lele?
Nenek : Ikan lele?
Nek Sarmi terdiam beberapa lama. Lantas beliau mengangguk-angguk
sambil tersenyum malu-malu.
Nenek
: hehe.... (tersenyum)
Cucu :
Kenapa nek ?
Nenek : Maaf saya baru ingat kalau
minggu lalu saya memang berencana ternak lele di dalam sumur.
Penduduk
2 : Wah pantas saja airnya beriak
terus.
Penduduk yang lainpun langsung tertawa mengetahui hal tersebut.
Mereka akhirnya pulang dengan hati tenang. Sejak hari itu, Nenek Sarmi akhirnya
berjanji untuk berhenti meramal, mengingat usia dan kualitas ingatannya yang
menurun.
Story by: Nurhuda
Edited by: Niswatul Hamida
Nura Hajar
Retno Palupi
Rima Aprilia