Copyright © About Story
Design by Dzignine
Selasa, 19 Februari 2013

Lupa


Di sebuah desa hiduplah seorang nenek yang bernama Sarmi. Nenek Sarmi merupakan salah satu sesepuh desa. Ia dipercaya sebagai seorang ahli nujum yang paling sakti di kampung itu. Sayangnya usia telah menggerogoti kesaktiannya.
Suatu ketika Nenek  Sarmi sedang menimba air di sumur. Kemudian ia memanggil cucunya.
Nenek             : Cu...cu... cepat kemari. Nenek butuh bantuan. (Sambil terengah menimba air)
Cucu                : Iya nek, nih gue dateng. Whats up?? (Datang dengan bergaya)
Nenek                          : Ooh, jadi seperti itu sikapmu terhadap nenek? (Memasang wajah garang, siap   memarahi cucunya)
Cucu                : Eh, maaf-maaf nek, aku lupa, hehe. Ada apa nek ?
Nenek             : Sini lihat! (Menggandeng cucunya mendekati sumur). Saat nenek menimba kok riak airnya agak aneh ya? Tolong panggilkan tukang sumur!
Cucu                : Aneh bagaimana nek?
Nenek             : Itu coba lihat!  Riaknya tidak berhenti-berhenti. Padahal biasanya sehabis di timba, riak air sumur langsung berhenti dan airnya kembali tenang lagi.
Cucu                            : Wah betul nek. Ya sudah aku akan segera memanggil tukang sumur. Assalamualaikum!!
Sang Cucu akhirnya pergi memanggil tukang sumur.
Pak  tukang sumur pun akhirnya datang. Tukang sumur yang satu ini tidak perlu di ragukan lagi, dia adalah pakarnya tentang persumuran. Dengan perlahan ia mengamati riak air sumur nenek, perlahan namun pasti.
Tukang sumur: wah sepertinya ada mata air baru di sumur ini.
Cucu                : Mata air baru?
Tukang sumur: Iya, mata air baru. Biasanya sumur yang usianya sudah lama, tanahnya akan melunak. Sehingga mata air dari tanah dalam mampu menembus permukaan.
Cucu                : Tapi kok beriak terus, Pak ? apa itu pertanda mata air yang besar?
Tukang sumur : Mungkin saja. Tapi, kenapa airnya tidak bertambah naik ya?
Cucu                : Bagaimana kalau dicek ke dalam saja, Pak? (Sambil tersenyum)
Tukang sumur: Wah, yang benar saja! Saya tidak berani, Dik!Ssumur di desa ini dalam-dalam. Apalagi sumur nenek kamu yang sudah puluhan tahun. Terlalu berbahaya kalau saya masuk.
Cucu                : Oalah, yaa sudah pak. Terimakasih.
Pak tukang sumur pun pulang. Cucu nenek masuk ke rumah dan menceritakan kepada Nenek Sarmi tentang keadaan sumurnya.
            Keesokan harinya saat Nenek Sarmi dan cucunya pergi belanja di rumah tetangganya, ia bercerita kepada ibu-ibu yang ada di sana tentang keadaan sumurnya.
Nenek             : Wah bahaya ini!!
Penduduk 1     : Apanya nek yang bahaya ?
Nenek              : Air sumurku beriak terus.
Cucu                           : Memangnya ada kenapa nek kalau air sumurnya beriak terus? Bukankah kata tukang sumur kemarin tidak apa-apa? Hanya muncul mata air baru.
Nenek             : Nenek rasa itu pertanda kalau akan ada banjir besar, gempa, bencana-bencana lain yang akan menghancurkan desa kita.
Penduduk 1     : Ah, yang benar, Nek? Apa itu tidak bisa dicegah?
Nenek              : Bisa.
Cucu                : Bagaimana nek? (bertanya dengan penuh antusias)
Nenek                         : Kita harus memasukkan sesaji ke sumur itu. (berkata dengan mimik wajah serius dan horor)
Penduduk 1     : Oo.. baiklah nek, saya akan segera mengumpulkan masyarakat untuk melakukan upacara pelemparan sesaji ke sumur itu.
Ibu itu pun pergi dengan cucu nenek ke rumah Pak lurah. Ia mulai menyebarkan informasi tentang kondisi sumur Nenek Sarmi.
Setelah berdiskusi di rumah Pak Lurah akhirnya Pak lurah memberi pengumuman kepada warganya tentang sumur Nenek Sarmi dan sesaji yang harus disiapkan.
Pak lurah         : eh, kalian ayo segera kumpulkan beberapa hasil tani untuk sesajian ke sumur Nek Sarmi.
Penduduk 2     : Memangnya ada apa, Pak?
Pak Lurah        : Sumur Nek Sarmi beriak terus.
Penduduk 3     : Memangnya kenapa kalau sumur nenek beriak terus ?
Penduduk 1     : itu pertanda akan ada bencana di desa ini.
Penduduk 2     : ah.. masak ?
Penduduk 3     : iya, lagian bagaimana bisa sumur di jadikan patokan tanda bencana? Nggak logis deh!
Pak Lurah        : eh jangan ngawur kalian. Bukan sumurnya yang  jadi patokan. Tapi Nek Sarmi itu loh!
Penduduk 2     : Wah, Nek Sarmi kan termasuk sesepuh di sini!
Penduduk 3     : Memangnya ada apa dengan Nek Sarmi?
Penduduk 1     : Beliau itu ahli nujum di sini. Ramalannya sudah banyak terbukti. Mungkin ini merupakan ramalannya.
Penduduk 2     : Masak?! Wah, kalau begitu ayo segera kita ambil padi di lumbung. Semoga itu cukup untuk sesaji ke sumur Nek Sarmi.
Pak Lurah        : Baiklah, upacara akan di adakan nanti sore. Tolong kalian datang tepat waktu.
Akhirnya semua penduduk tau tentang sumur Nek Sarmi.  Mereka pun berkumpul di sumur Nek Sarmi tepat waktu.
Nenek              : Penduduk sekalian terima kasih sudah mau datang. Semoga kedatangan kalian ini benar-benar mencegah datangnya keburukan di desa ini.
Penduduk 1     : Nek, terus apa yang harus kami lakukan sekarang dengan sesaji ini?
Nenek              : Cepat lemparkan sesaji kalian ke dalam sumur!
Penduduk pun mulai melemparkan sesaji ke dalam sumur. Namun, bukannya tenang, air di sumur malah semakin beriak.
Nenek              : Ayo cepat-cepat!! Bawakan sesaji kalian, sepertinya bencana kali ini benar-benar sulit di atasi.
Sesajipun terus menerus dijatuhkan ke sumur. Anehnya di pemmukaan sumur itu malah muncul kepala ikan lele.
Penduduk 2     : Lho nek, kok ada ikan lele?
Nenek              : Ikan lele?
Nek Sarmi terdiam beberapa lama. Lantas beliau mengangguk-angguk sambil tersenyum malu-malu.
Nenek              : hehe.... (tersenyum)
Cucu                : Kenapa nek ?
Nenek              : Maaf saya baru ingat kalau minggu lalu saya memang berencana ternak lele di dalam sumur.
Penduduk 2     : Wah pantas saja airnya beriak terus.
Penduduk yang lainpun langsung tertawa mengetahui hal tersebut. Mereka akhirnya pulang dengan hati tenang. Sejak hari itu, Nenek Sarmi akhirnya berjanji untuk berhenti meramal, mengingat usia dan kualitas ingatannya yang menurun.
Story by: Nurhuda
Edited by: Niswatul Hamida
Nura Hajar
Retno Palupi
Rima Aprilia

0 komentar:

Posting Komentar